Kehidupan suku Aborigin di Australia memang menarik untuk ditelusuri, apalagi bagi setiap penonton yang memiliki keinginan yang sangat luas dalam mengembangkan ilmu antropologinya, Ten Canoes adalah pilihan yang tepat sebagai bahan untuk pembelajaran. Ten Canoes adalaf film yang mengangkat kehidupan suku Aborigin sebelum kedatangan bangsa kulit putih. Kehidupan yang indah dan kuno itu disajikan dengan sangat sederhana dan voice over menarasikan alur ceritanya.
Melalui pendekatan yang sedemikian, Ten Canoes menyajikan suatu tuturan budaya yang spiritualis, dan sangat lekat dengan akar akar kebudayaan, seperti bagaimana tanah mereka tercipta, aturan aturan yang diterapkan, serta bagaimana mereka berkomunikasi satu sama lain.


Ada kepolosan alamiah yang disandang oleh mereka, ada kesenian yang melekat dalam peradabannya, serta ada keteguhan yang menyertai sistem hukum yang sudah lama mereka tegakkan. Sehingga Ten Canoes begitu apik dalam menelaah sisi yang mereka miliki sehingga kita penontonnya yang juga tergolong multi ras sangat mudah menikmati semua sisi sajian ini.Terlebih dengan banyaknya kita menemui persamaan pola hidup nenek moyang kita dizaman dulu dengan mereka, yang menjadikan semua itu terlihat cukup menyenangkan.Bicara tentang menyenangkan itu sendiri, Ten Canoes hadir dengan selipan selipan yang humoris dan bisa membuat anda tertawa terbahak bahak, karena tingkah laku pola mereka yang sangat alami, lucu dan sangat kuno.

Ten Canoespun tak ada ubahnya merupakan sajian antropologis yang sangat teduh, alami, dengan shot shot apik yang puitis disana sini , yang sempat mengingatkan saya dengan The New World, Ten Canoes berada pada sentuhan yang mengagumkan untuk mencapai semua itu.Kisahnya pun sangat unik,dongeng tentang masa lalu dimana berisikan ilmu sihir, penculikan, balas dendam dan cinta yang penuh dengan kekeliruan.

Namun Ten Canoes sangat disayangkan Voice Over Ten Canoes memakai bahasa Inggris, sehingga ada rasa yang kurang sedap jika elemen orisinilitas diperdebatkan. Rasanya film tentang budaya harus mengangkat bahasa budaya sebagai bagian dari peradaban budaya, misalnya film tentang budaya batak mungkin akan sangat menyenangkan jika bahasa batak diperdendangkan, sehingga ada feel yang masuk dengan utuh dan menyeluruh disana.Tapi tak apa apa , mungkin pemakaian bahasa inggris tentu dalam rangka internasionalisasi film ini.

Ten Canoes dengan upaya sang sutradara Rolf De Heer telah mampu mengangkat kultur budaya Aborigin ke pentas internasional, hebatnya pujian melimpah menghapiri cerita ini.Saya masih berharap sineas negara indonesia mau untuk memproduksi film sejenis, tentu ada harapan yang besar ketika kita tahu identitas kita sebagai negara multi ras dan budaya,sehingga itu semua rasanya bukan angan angan.Bertindak lokal maka hasilnya mengglobal.

Directed by Rolf De Heer Cast Crusoe Kurddal Jamie Gulpilil Richard Birrinbirrin Duration 90 Minutes Country Australia Language English
MOAN AND NEW LINE CINEMA SCORE

.....................
B







"Ketika Harry bertemu dengan Sally" begitulah nafas title dari kisah ini, entahlah ketika saya memiliki niatan

untuk mengulas kembali kisahnya, ada banyak hal yang tampak sangat menyenangkan untuk diceritakan kembali,
ada keabadian yang tak lekang oleh roda waktu, ada nuansa jadul yang mejadi tenaga kisah ini, serta ada tampak sebuah metoda kisah yang sepertinya sudah berpuluh ribu judul film , mini seri, serial ataupun sinetron mengangkat tema yang sejenis. Namun lucunya tak satupun yang bisa seabadi When harry Met Sally.Oh itu benar.., seakan akan kita dengan mudahnya menarik kesimpulan dari pengamatan itu bahwa When Harry Met Sally adalah basis dari romantic comedy dijagat sinema dunia.

"ketika Harry bertemu dengan Sally" tak ada yang dinamakan itu sudah takdir, tidak ada pemakaian istilah "love
at the first sight" semua bergulir dengan proses naratif,perkenalan secara antar pribadi.Dimulai dimasa masa muda, ketika Sally menolong pacar sahabatnya untuk memberikan tumpangan mobil dari Chicago menuju New York.
pacarnya bernama Harry Burns (Billy Crystal) pria yang lancar sekali berbicara, seakan akan mengetahui banyak hal didunia ini, sedangkan Sally (Meg Ryan) adalah gadis manis yang cerdas,ia mengenyam pendidikan jurnalistik dan berkeinginan menjadi wartawan.Maka dimulailah road movie dan mereka pun bersahabat, penuh obrolan yang sangat argumentatif, dimata kita Harry mungkin pria yang seolah olah mengetahui banyak hal tentang wanita, pun dalam urusan seks, Sally mungkin terlihat sama, ia sangat cerdas dan cekatan, segala sesuatunya penuh perhatian, pun dalam urusan makan ketika mereka turun dirumah makan, segala sesuatunya harus dipinggir, sangat otentik.
Cerita disajikan sangat menarik,naskah olahan Nora Ephorn sangat bernaas.Hingga akhirnya mereka telah sampai di Ne york lalu merekapun berpisah

Lima tahun lamanya mereka berpisah dan bertemu kembali disuatu bandara.Sally sudah berpacaran dan ia seorang jurnalis di majalah The News, sedangkan Harry adalah seorang konsultan yang akan segera menikah.Mereka masih sama saja, obrolannya penuh perdebatan dan tentunya mengalir dengan cukup kocak, namun sayang diceritakan Sally akhirnya putus, dan Harrypun bercerai.Namun dalam hal ini mereka bertolak belakang,sally terlihat biasa saja dalam menghadapi keadaan walau ia memang masih bersedih, namun hal itu tidak berlaku pada Harry, ia masih sangat menginginkan sang istri yang menceraikannya.

"ketika Harry bertemu dengan Sally" tentu mungkin kita akan tahu seperti apa rupa akhir kisah ini.ceritanya mungkin terlihat klise- bahwa memang hidup ini penuh dengan keklisean, tetapi sesungguhnya When Harry Met Sally mencoba menguntai ragam argumentasi yang sejak awal dibangun tadi menjadi sebuah penemuan antara keklisean dan keabadian.Hidup adalah klise dan keklisean adalah keabadian,dan hal itulah yang sepertinya selalu dijumpai dalam kehidupan yang nyata dan dapat diterima jika sesungguhnya itu dijalankan.Inilah unsur yang sangat dekat dengan diri kita dan rasa rasanya kitalah subyek dari kesemua konten itu.Dan disinilah kita secara tidak langsung merenungi arti sebuah pertemuan, apa itu persahabatan,apa itu makna cinta yang kerap dinilai menghancurkan dan ternyata tanpa kita sadari kita sudah membangunnya, hingga kita dapat melihat bahwa hey itulah keabadian hidup ini yang akan kita rasakan dan kita nikmati sampai kita tua.
Coba lihat klip transisi antar bagian film dimana diselipkan beberapa pasangan orang tua yang menceritakan cerita awal kisah mereka, ya saya tertawa bahagia- sangat sederhana namun penuh momen dan makna yang menghantarkan mereka pada keabadian cinta.Letak inilah yang saya sukai dan nikmati.

Rob reiner berhasil membangun chemistry yang sangat kuat diantara Billy Crystal dan Meg Ryan, Billy Crystal tak ada ubahnya sebagai komedian yang sangat kocak, hingga sampai saat inipun dia dikenal sebagai presenter oscar yang paling disukai, sedangkan Meg Ryan semakin mengkilap sebagai Ratunya romantic Comedy, kiprah dia yang lalu pasti bakal yang merindukannya. Selain Rob Reiner sesungguhnya pujian melimpah harus disematkan kepada Nora Ephorn yang juga dikenal dengan menyutradari Sleepless In Seattle (1993) yang juga sangat fenomenal.
Nora Ephron membangun When Harry Met Sally dengan naskah naskah yang bernaas, begitu mengalir dan cukup deras dengan teori teori yang banyak dicari dalam urusan percintaan.Adegan favorite saya di When Harry And Sally tentu disaat Sally bersimulasi orgasme didepan Harry didalam sebuah restoran.Harry sebagai perwakilan seorang pria tidak mempercayai wanita mampu memalsukan orgasme mereka dan selama ini pria selalu yakin telah memuaskan mereka.Setelah bersimulasi seorang Pengunjung disebelahnya mengatakan pada pelayan "I'll have what's she's having".Dan naskah penutupnya pun sarat makna, "apakah seharusnya kita melupakan teman lama, dan jikalau itu telah terjadi apakah kita harus mengingat mereka kembali, yang sesungguhnya tidak akan pernah terjadi karena kita telah melupakannya..." jawaban Sally diakhir percakapan itu sangat tak terlupakan.
directed by Rob Neider cast Billy Crystal, Meg Ryan, Carrie Fisher,Bruno Kirby Screenplay Nora Ephron RunTime 96 Minutes Year 1989 Country USA
MOAN AND NEW LINE CINEMA SCORE
A+


Sungguh sebuah tantangan untuk memparafrasekan kembali apa sebenarnya isi dan kandungan Syndromes And a Century ini dan menguraikannya dalam susunan kata kata yang menjelaskan (atau mungkin malah saya mengaburkan) meta meaning didalamnya. ya makna dibalik makna, ketika desain setiap scene yang bergerak didalamnya bukanlah alur yang mengindikasikan suatu pergerakan plot melainkan suatu sajian komparasi atau perbandingan yang penuh dengan geliat gambar gambar metafor dalam kadar yang teramat tinggi-disitulah kita mulai diperkenalkan sentuhan sentuhan yang rasanya teramat khas dan idealis.Dari konteks komparasi itulah memberikan suatu kebebasan bagi sang sutradara untuk bereksperimen sepuasnya yang menghasilkan gaya bertutur yang tidak menggebu gebu dan tampak sedikit arogan, seperti bagaimana penempatan kredit title yang tidak lazim, shot yang terlalu memubazirkan waktu yang menguji ketahanan audiens, sampai pada aspek aspek lain yang intinya memungkinkan setiap audiens selalu menggerutu.Dari konteks komparasi itu jugalah audiens menerima ragam interpretasi, yang dihasilkan oleh unsur realisme (lari dari kenyataan) yang sangat pekat dan selalu membayang bayangi setiap lini ceritanya.

Sebelum menghumbar lebih panjang, saya perkenalkan dahulu sang sutradara bernama Apichatpong weerestakhul, sutradara yang paling dihormati dijagat persinemaan film seni.Dalam bahasa saya sebelumnya 'saya senang sekali menggunakan istilah "sutradara serumpun kita" karena ini adalah salah satu usaha saya untuk mengakrabkan diri dengan persinemaan disana. Mungkin secara geografis kita lebih dekat dengan Malaysia ataupun dengan Vietnam namun entah mengapa Thailand sesungguhnya adalah saudara yang paling mengerti apa yang dibutuhkan negara ini dalam membangkitkan persinemaan.ketika menyaksikan perkampungan yang kerap dijadikan elemen penyerta disetiap shotnya, hinggap nuansa pedesaan yang tenang dan jauh dari hingar bingar kota.Elemen itulah yang selalu saya nikmati terlebih ceritanya dituturkan dalam pembawaan yang tenang, setiap karakter dihidupkan oleh apa yang mereka ucapkan, dan hal yang paling saya senangi adalah guyonan yang begitu jenaka.

Melalui Syndromes And A Century ia mendedikasikan film ini kepada orang tuanya yang seorang dokter melalui sebuah hasil dari memori pada pengamatannya dulu disebuah rumah sakit pedesaan.Film ini menceritakan dua kisah yang disajikan secara terpisah namun memiliki kedekatan dan kemiripan naskah yang sama- yakni dua orang dokter Dr.Toey (Nantarat Sawaddikul) dan Dr.nohng (Jaruchai Iamaram).Yang satu berlatar belakang pedesaan sedangkan yang satu lainnyaberlatar belatar kota namun terpisah selama rentang tiga puluh tahun lamanya.

Disinilah komparasi dimulai walau hal itu dimulai di pertengahan cerita.Yang diklinik pedesaan mengisahkan seorang dokter wanita yang ditaksir seorang laki laki, tidak ada hubungan yang terjalin karena arahnya tidak kesana.Si wanita malah menceritakan pria lain yang ia sukai yang membuatnya jatuh cinta.Kita akan disuguhkan elemen elemen sosialnya seperti apa, ada rasa malu malu,kesopanan masih dijunjung tinggi terlihat dengan banjirnya ucapan "pardon me" dari mulut mereka,begitu juga dengan sikap pacaran antara dua makhluk berbeda gender, ada kelekatan alamiah yang hidup disini.Ketika dokter dan pasien berkonsultasipun juga sama, kedekatannya hangat sekali, ketika menghadapi pasien yang lebih tua ada perlakuan yang sangat santun.Begitu juga dengan orang orang dilingkungan kliniknya, seperti orang orang yang senam bersama sama, hadir canda disana sini.
Masih bersetting dipedesaan mengisahkan seorang dokter gigi dan pasiennya diruangan operasi.Ada nuansa kedekatan dan keakraban yang begitu natural hinggap diantara pasien dan dokter.Sang pasien pun bisa berpanjang lebar tentang kehidupan pribadinya sebagai seorang biksu sedangkan sang dokter mengisahkan dirinya adalah seorang penyanyi yang sudah memiliki album hits.Adegan dokter gigi menyanyi nyanyi sambil tertawa tawa kecil pada pasien dieksekusi begitu baik sebagai penggambaran kedesaannya.


Kemudian adalah kisah yang kedua,kita kembali lagi pada awal adegan yang persis sama dengan adegan pembuka yakni sebuah tanya jawab seorang dokter dan dua orang pemuda, kali ini settingnya sangat modern, mewah dan canggih.Adegannya pun sama, seorang pasien yang berkonsultasi dengan dokter, orang orangnya sama, dokter giginya sama, dan pasien dokter giginyapun sama.Namun tidak ada kedekatan yang terjalin disini, adegan ketika dokter gigi terlihat dingin menghadapi pasiennya dihadirkan dengan begitu sunyi, tidak ada tawa lagi.Interaksi antara pria dan wanita disinipun sangat kurang pantas, tidak ada lagi hubungan yang malu malu, tidak ada etiket yang baik disini seperti mereka berciuman satu sama lain, mereka mengendap ngendap seperti menyembunyikan hal tabu tersebut.lingkungannya juga demikian, sudah sangat modern, aerobik modern dan gaya perkotaan yang modern, tidak ada interaksi yang terlihat,tidak ada kebersamaan yang terlintas walau saya menilai kebersamaan itu ada karena keakraban, kejenakaan begitu tergerus oleh waktu.


salah satu shot terbaik "Syndromes And A Century"

Sebagaimana yang telah saya tuturkan tadi tentang isi dan kandungan, penterjemahan sepintas tadi mungkin boleh dianggap sebagai isi, namun benarkah isi selalu sinergis dengan kandungan?Nah inilah kehebatan Apicatphong weerestakhul. Metafora terlalu riuh bergerak gerik disini dan sangat dekat dengan realisme.Saya tidak tahu dengan pasti hubungan yang tepat antara metafora dan realisme, siapa membangun siapa atau siapa dibangun oleh siapa.Dari sinilah saya menyimpulkan keantah berantahannya, antah berantah tidak bervalensi secara negatif, antah berantah itu membangun suatu pengalaman sinematik yang luar biasa walau kerap tidak memuaskan.contohnya tema reinkarnasi (walau dalam porsi yang sedikit) sesungguhnya merupakan elemen yang memperkuat identitas pedesaan itu seperti apa.Ada harapan yang amat kekal yang berkaitan dengan waktu ketika dokter yang diceritakan merindukan mendiang abangnya tersebut ingin berharap berjumpa kembali hanya untuk meminta maaf.Pasien yang mendengarnya tersebut pergi dengan nada keheningan,tetap dengan tanpa penjelasan yang perlu, namun didalam hati tentu menyembul nyembul kegundahan, takut ketika persepsi personal itu salah, karena terlalu kentalnya ambiguitas yang melekat- sehingga hal itu tak ubahnya memecah belah pandangan.
Ada banyak shot shot yang mungkin terlihat sangat persimbolan dan perlambangan. seperti gambar diatas, ketika salah satu pasien buntung berjalan dikoridor, terlihat sangat menghentak. Sedangkan ibu ibu yang melihat kamera ketika orang orang disekitarnya memperhatikan seorang pasien adalah pencapaian scene paling puncak bagi saya, sebuah puncak keambiguan yang sesungguhnya sangat menggetarkan.
Syndromes And A Century, dengan segala kompleksitas unsur yang diusungnya sesungguhnya begitu nikmat untuk diobrolkan panjang lebar.Dan memang tidak ada salahnya anda mencobanya suatu waktu.

Directed by Apichatppong Weerestakhul Cast Arkanae Cherkam,Jaruchai Iamaram,Sakda Kaewbuadee, Sin Kaewpakpint Duration 105 Minutes Country Thailand, France, Austria Genre Drama
MOAN AND NEW LINE CINEMA SCORE
A+


Diberdayakan oleh Blogger.