Begitu banyak cerita yang tengah terjadi dikediaman Tom (Jim Broadbent) dan Gerry (Ruth Sheen)pasangan lansia yang mendiami suatu wilayah mungil di kota London.Mike Leigh selaku sang sutradara seolah olah mengajak kita, siapapun anda, berapapun usia anda dan dari mana anda berasal untuk diperkenalkan dua karakter ini sebagai orang yang paling direkomedasikan untuk dijadikan ''sahabat''.Sahabat adalah orang orang yang bisa diandalkan dalam banyak hal tentunya, mengisi waktu senggang anda, mengajaknya mengobrol dengan menenggak wine sampai larut malam, dan bahkan jika intimate relationship diantara keduanya rasanya sudah mantap, alangkah mudahnya kita "mencurahkan" cerita cerita pribadi yang kita miliki selama ini sampai sampai bertumpahan air mata.

Ah rasanya itu benar bahwa cerita cerita yang kita curahkan kepada mereka akan sangat terpatri di hati mereka.Psst coba lihat dan intip mereka sebelum tidur atau ketika mereka sedang mengisi waktu senggang, apakah konten dari obrolan obrolan pendek mereka? "Ya,Anda.Dan hanya diri Anda"

"Anda" disinilah diwakili oleh orang orang yang sangat sering berinteraksi dengan
mereka, Joe (Oliver Maltman) putra mereka, Ken (Peter Wight) teman lama mereka, Ronnie (David Bradley) saudara kandung Tom dan sesungguhnya masih banyak lagi.Putra mereka Joe tengah tumbuh menjadi pria mapan yang masih sempat mengunjungi mereka diakhir pekan untuk berkebun meskipun banyak kesibukan pekerjaan.Tom dan Gerri tengah menanyakan calon pendamping hidup Joe yang tak kunjung didapatnya dan mendukung sang putra untuk hal tersebut.Ken, duda yang tengah banyak masalah yang menderanya membuatnya patah hati dan hampir frustasi.Bahkan terlihat jelas sisi kesemrawutan hidup yang ia jalani, berat badannya bertambah, makan tidak teratur dan masalah masalah yang datang yang dianggapnya beban berat dan kesedihan baginya. Sedangkan Ronnie (yang diujung cerita diperkenalkan) tengah dirundung duka yang teramat mendalam karena telah ditiinggal sang istri.Parahnya ia memiliki putra yang labil dan tidak menyukai apapun tentang dirinya.

Namun sesungguhnya ada satu sahabat lain yang hadir mewarnai dan menghiasi setiap perjalanan kisah ini,Mary (Lesley Manville) bak seorang wanita yang penuh keceriaan.Setiap kehadiran dirinya,kita seperti kedatangan kado berwarna pastel yang isinya permen coklat yang senantiasa memaniskan suasana anda dengan cerita cerita dari dirinya, seperti impiannya membeli mobil baru dan bisa berjalan jalan bebas sebagaimana yang ia inginkan, mencari pendamping hingga hal hal tidak penting yang selalu menghadirkan antusias dan gelak tawa.Mary sesungguhnya wanita yang kesepian dan malangnya sudah berpisah pada pasangannya,ia satu pekerjaan dengan Gerri dan Gerri sudah menganggapnya bagian dari keluarga tersebut.Mary begitu dekat dengan Joe,karena Mary sudah sekian lama melihat Joe tumbuh, dengarlah obrolan obrolan mereka walau ada nada yang rasanya terlihat tidak nyaman dan sedikit janggal.Mary tampak menyukai Joe dan itu terlihat biasa saja bagi Joe.Joe hanya menganggap Mary sebagaimana bibi yang menyayanginya.Hingga akhirnya Joe mendapatkan kekasihnya yang akan segera menjadi tunangannya.Mary yang menganggap Joe adalah bagian dari keluarga itu yang paling istimewah, tampak patah hati.Hingga ada unsur kontradiktif dari mimik wajah Mary yang terekam dikala itu.Apalah itu keluarga Tom dan Gerri mulai menangkap pesan janggal dari Mary yang dianggap mengganggu hidup Joe dan kekasihnya.

Another Year memang film tentang "kepedihan" dan kegelisahan yang hinggap disetiap perjalanan orang orang dewasa atau yang sudah terlihat tua ini.Lihatlah orang orang "tua" ini mengurusi hidupnya, ada semacam kegundahan yang menghambat angan angan mereka selama ini.untungnya "Rumah" yang dimiliki Tom dan Gerry bertindak memayungi orang orang tersebut dan bersedia memberikan kembali warna hidup mereka yang sudah dirasa hilang entah kemana. Well payung itu terlihat lebar dan bisa anda miliki jika anda membutuhkan namun memang benar inti dari Another Year ini, payung itu milik bersama ,tidak baik rasanya payung itu ditarik untuk menyembuhkan diri sendiri...Another Year yang dipenuhi naskah bernaas begitu paham dalam memadukan karakter dan jiwa rapuh mereka sehingga ada rasa empati yang mengalir, ada empati yang terkuak dan kita diajak untuk merasakan.Oh memangnya sepahit itukah?benarkah itu mempengaruhi diri anda?membuat anda was was.Ya kita diajak untuk tidak hanya bersimpati biarlah simpati itu membangun dirinya sendiri menjadi empati yang didapat dari makna setiap perkataan .Inilah nafas ANother Year.Didalam mencapai itulah menggagaskan sebuah perasaan yang dibangun dengan pendalaman yang menyeruak sanubari.Sederhana namun sarat makna mendalam...

Directed by Mike Leigh Screenplay Mike Leigh Cast Jim Broadbent Ruth Sheen Lesley Manville Peter Wight Country UK Language EnglishMoan ANd New Line Cinema Score
A-






Kekosongan rasanya dimiliki siapa saja, dimana saja ia berada dan dalam rutinitas seperti apa yang selama ini ia lakukan.Dalam tataran manusiawi, kekosongan itu berlakon layaknya komunikasi intrapersonal yang begitu intens dan memiliki tingkat kedalaman yang tinggi.Anda menjadikan diri anda sebagai subyek dan anda juga berlaku sebagai obyek.Dalam suatu kondisi,kadang sampai terenyuh memikirkan pertanyaan pertanyaan mendasar terhadap lika liku diri sendiri.Apa arti hidup saya? Apa angan angan saya? Apakah saya bahagia? Apakah saya sudah membahagiakan mereka? Apakah ini pernikahan yang saya harapkan? Dalam pendekatan yang begitu kontemplatif, kekosongan yang melanda dua insan yang dipertemukan didalam sebuah bingkisan cerita (Bob dan Charlotte), yang
senantiasa kesemuanya itu diramu dengan amat lugas ; kehampaan, keterasingan, kejenuhan.Seperti memperlihatkan secara cermat walau dalam penuturan yang dentumannya amat minimalis bahwa semua itu menghimpit dalam satu garis linear didalam diri mereka.Yang begitu rapat dalam cahaya mata mereka menatap siapapun.
Inilah yang dirasakan Charlotte (Scarlett Johanson), wanita yang selama ini banyak berdiam diri dikamar hotelnya.Ia adalah pasangan muda dan memiliki suami yang sangat sibuk dikala pagi datang menjemput.Perhatikan kebiasaan Charlotte, ia banyak berdiam diri.Ia tidak terlalu banyak bicara, bahkan ketika sang suami memperkenalkan teman lamanya dan ngobrol cekikikan,tatapan matanya kosong dan senyumnya tidaklah banyak terhumbar, tampak jelas ia tidak berselera dalam banyak hal. Ia lebih suka duduk dietalase kamarnya dan menatap gedung gedung menjulang yang begitu gagah.Hal yang tampak selalu menderanya yakni ia tidak bisa tidur nyenyak, sehingga ia sering memilih minum dibar , menghisap batang rokoknya dan melamun.Berkenalanlah ia dengan Bob (Bill Murray) seorang bintang iklan terhadap suatu minuman komersil yang baru saja tiba di kota Tokyo.Perhatikan gerak gerik Bob.Sorot matanya yang kosong, tidak bisa nyenyak tidur dikasur dan lebih banyak berdiam diri.Obrolan mereka sederhana, mengalir dalam proses intimate relationship.Sampai mereka tanpa sadar menemukan kesamaan satu sama lain dan menjalin hubungan yang lebih deep.
Disinilah disisipkan elemen pertolakbelakangan dua insan yang merasa terkungkung ini.Ialah kota Tokyo yang begitu gemerlap, begitu riuh tingkat rutinitas yang terjadi dari siang sampai malam hari.Ada rasa yang begitu aneh bila mereka berdua hendak menjamah elemen yang satu ini.Benarkah ini hidup mereka? benarkah ini tempat yang tepat untuk disinggahi? Benarkah ini yang ia harapkan? Seperti mengajak kita merabanya dan diikutkan dalam memahami apa yang mereka nilai, rasanya begitu hambar, rasanya tidak ada gunanya.Semuanya hilang dalam penerjemahan mereka.


Coppola begitu lihai dalam urusan menerjemahkan suasana keterasingan,ia memberikan sentuhan yang selalu memiliki nilai didalam jalinan scene didalamnya, pun bagaimana scene dan disetiap pengembangan kerekatan dua karakter ini, diolah dalam tone yang begitu tepat.Sinematografinya yang sangat indah mampu menerjemahkan dunia yang seperti apa yang tengah mereka hadapi.Ditambah kekuatan penyutradaraannya Lost In Translation tak ubahnya menjadi cerita perenungan yang begitu teduh.Disetiap kesempatan juga, sang sutradara menyelipi sisi humoris yang mampu membangkitkan tawa, lihat bagaimana ekspresi kosong Bob Harris ketika ia mengutak atik saluran televisi, atau juga ketika ia bertemu seorang wanita dengan stocking yang ia kenakan.Lost In Translation sanggup menjamah ruang kehidupan diantara mereka berdua dalam suatu kenikmatan yang begitu menyenangkan, memasuki keramaian, menikmati kesesakan bar malam dan berkaraoke ria.Sungguh sebuah rangkaian yang bernilai dalam menyautukan dua aspek itu saja, kemewahan dan kesunyian.Walau saya menyakini penonton merasa penuturannya terlalu lambat , Lost In Translation memberikan cita rasa keseluruhan yang sangat berhasil dan mengena.Saat saat mencapai ending boleh dikatakan inilah yang saya harapkan dari kesemuanya.Tidak ada rasa yang didramatisir, tidak ada kesan yang dilebih lebihkan, Coppola menyajikannya dalam caranya sendiri.









Directed by
Sofia Coppola Cast Bill Murray, Scarlet Johanson, Akiko Takeshita Screenplay Sofia Coppola Year 2003 Genre Drama Romance RunTime 104 Minutes

MOAN AND NEW LINE CINEMA SCORE
A



Diberdayakan oleh Blogger.