Mari kita mulai mengenal terlebih dahulu Tarsem Singh salah satu sutradara berbakat dari negeri India. Pada awalnya saya lebih familiar dengan M Night Shyamalan sebagai salah satu sineas asal negri tersebut yang mampu berbicara ditangga Hollywood. Namun kali ini saya harus mulai memperluas jangkauan saya terhadap profil sineas asia lain yang memang menelurkan karya yang bagus namun kurang dijamah publik. Tarsem Singh memulai karier penyutradaraannya dalam film The Cell pada tahun 2000 kemudian memproduseri The Fall pada tahun 2006 dan terakhir sebagai second unit director pada film percintaan ageless The Curious Case Of Benjamin Button. The Fall adalah film arahan beliau yang belakangan menjadi bahan perbincangan saya. Mengapa film yang begitu memukau ini luput dari jangkauan pengetahuan sinema saya. Mengapa juga film yang mendapat nilai 100 dari Roger Ebert kritikus paling dinanti ini malah tidak mendapat tempat yang istimewah diladang perebutan piala perfilman. Dan mengapa juga pihak Academy Award melewatkan Colin Watkinson sang sinematograper yang mampu menampilkan gambar gambar yang indah nan memukau padahal Austin Film Critics mengakuinya. Semua hal ini saya utarakan bukan semata mata saya menyukai dan mengapresiasi film ini saja namun saya sangat tidak menduga ada film yang jauh dari perkiraan saya. Ada sebuah film yang bahkan meletakkan nilai nilai keeksotisan tari kecak dalam tingkat yang sangat mengagumkan. Siapa juga yang menyangka bahwa setelah menonton film ini kemurnian imajinasi dalam diri saya begitu mengalir sejuk dan serasa dibuai buai eksekusi keindahan.

Sebuah paket penceritaan yang menyajikan gelombang imajinasi artistik seorang pemuda lumpuh dan seorang gadis kecil yang patah tangan. Pria lumpuh itu bernama Roy(Lee Pace), seorang aktor komedian yang didiagnosis tidak memiliki hasrat bertahan hidup lantaran sang kekasih pujaannya direbut orang lain. Ia bertemu Alexandria
(Catinca Untaru) disebuah rumah sakit bersetting Los Angeles. Alexandria juga menderita patah tulang akibat kejadian ia terjatuh saat memetik buah jeruk. Alhasil dokter memutuskan agar tangannya diberi gips.



Cerita dimulai ketika Roy menceritakan sebuah epik tentang pembalasan dan cinta kepada Si kecil Alexandria. Diceritakan enam orang karakter dari latar belakang berbeda bersatu dalam misi balas dendam membunuh Gubernur Odious. Mereka antara lain Otta Benga, Charles Darwin, Mistik, Luigi, India dan Bandit bertopeng. Gubernur Odious yang bengis akan segera mengeksekusi saudara Bandit Bertopeng. Alexandria sangat menyukai jalinan karakter tersebut .Namun arah cerita semakin depresif karena Roy ingin mengakhiri misi besar tersebut dengan kegagalan perjuangan keenam karakter tersebut. Kegagalan yang mencerminkan betapa sikap kepasrahan dan keputusasaan berdigdaya merasuki dirinya untuk segera mengakhiri hidup dengan meminum banyak obat obatan diluar dosis yang dianjurkan. Ia dengan sikap lemah tak berdaya mengelabui Alexandria agar mengambil sebotol morphine diruang kapel. Tapi Alexandria dengan lugunya menafsirkan permintaan m-o-r-p-h-i-n-three menjadi sebotol obat morphine dengan tiga butir obat saja, sisanya ia buang kedalam toilet. Sebuah penyelamatan jiwa.. Tidak hanya itu saja Alexandria memberikan Ekaristi kepada Roy walau ia tidak perlu merasa bersalah telah mencurinya dari kapel. Ikatan mereka sangat kuat dalam mempertahankan sisi lemah masing masing. Sisi dimana dalam sebuah eksekusi Odious membunuh Bandit bertopeng Roy malah membunuh Bandit Bertopeng. Namun bagaimana keharubiruan seorang Alexandre untuk meminta pada Roy agar Bandit bertopeng yang ia anggap penjelmaan mendiang ayahnya tidak mati sia sia begitu saja.




The Fall menyajikan lembaran lembaran gambar filosofis didalamnya. Bagaimana saturasi warna yang indah seolah diajak bermain main didalam imajinasi mereka berdua. Bagaimana sebuah gurun berpasir ataupun gurun berbatu dapat dengan cepat bergerak kelokasi tropis dengan bantuan spesial efek yang sederhana. Begitu juga dengan scene dimana karakter Mistik mati dan burung burung keluar dari mulutnya menyiratkan perenungan yang teramat dahsyat dalam pengalaman panjang saya berkelana disebuah sajian bernama sinema. Tak lupa juga dengan konklusi indah dan hangat ketika adegan melompat kesungai si Roy tersebut dipotong dan diedit sampai ke punggung kuda. Bagaimana sebuah keharuan begitu adilnya dalam mengakhiri sebuah roda kepincangan menjadi pembelajaran yang tidak akan lekang oleh waktu apabila kita pelajari.

Dalam urusan akting Catinca Utaru boleh dibilang memiliki masa depan yang cerah apabila ia ingin meroketkan namanya untuk sejajar dengan aktris cilik lain seperti Dakota Fanning dan Abigail Breslin.Malah saya berharap ia lebih banyak mendapat tawaran untuk berakting lagi.
Begitu juga dengan Lee Pace yang tidak ada habisnya membuatku heran bagaimana ia bisa berakting senatural ini.

Untuk tambahan saja, didalam credit title dihadirkan negara negara yang diambil lokasi setnya. Ada China,India,Perancis dan sebagainya. Saya kaget pihak produksi memakai Bali didalamnya bukan memakai nama Indonesia. Ini berarti ada sikap skeptis yang sangat besar diluar negri sana dalam mencermati keeksotisan budaya nusantara.mereka menganggap Bali ya Bali, Indonesia ya Indonesia. Walau begitu tetaplah saya sangat berterima kasih ama Tarsem Singh mengambil syuting di Bali. Itulah pelajaran yang paling bisa saya petik kedepannya.

Score : 4.5/5






Diberdayakan oleh Blogger.